Sabtu, 19 Januari 2013

Keindahan Kodrati Manusia Adalah Keindahan Hati Nurani


Keindahan Kodrati Manusia Adalah Keindahan Hati Nurani
Posted on September 3, 2012 · Posted in Bimbingan Kasih, Kasih Lestari
Keindahan sejati berpancar ketika seseorang menjadikan hati nurani yang cemerlang sebagai penguasa atas jasmaninya. Hati nurani mengendalikan setiap ucap kata, setiap tindak perbuatan, setiap niat dan pikiran. Bahkan pada setiap kerutan dahi dan senyuman; ataupun saat kita berbicara, diam, bergerak, duduk, atau berbaring; saat bekerja, baik di saat aktif maupun passif, saat mengantar atau menjemput tamu. Jika sikap kita terhadap orang lain—kapan dan di manapun, baik dalam urusan pribadi maupun kepentingan umum—senantiasa berada di bawah kesadaran nurani, inilah manifestasi keindahan alam. Singkatnya, keindahan kodrati manusia adalah keindahan dari pribadi Maitreyani, Keindahan Ilahi, Keindahan kasih, Keindahan hati nurani, adalah keindahan dari jiwa yang wajar dan asali. Keindahan kodrati manusia terlihat dari bagaimana sikap kita dalam menggunakan mata untuk melihat, terlihat dari bagaimana sikap kita saat menggunakan telinga untuk mendengar, terlihat dari kata-kata yang keluar dari mulut kita, terus berkembang dan menyebar melalui setiap tindak perbuatan yang kita lakukan, terlihat dalam setiap benak dan pikiran kita, dan juga terlihat dari bagaimana kita menggunakan hidung untuk membaui dan mulut untuk mengecap makanan. Indahnya langit, bumi, laksa makhluk, dan sejuta benda begitu menggugah, begitu memikat dan mengundang kerinduan. Semua ini adalah karena langit, bumi, dan laksa makhluk tidak mementingkan diri sendiri, tiada ego, tak pernah menganggap dirinya telah berjasa bagi umat manusia. Mereka tak menuntut bayaran, tak mengharapkan balas jasa, bahkan tak ingin dikenal, namun selamanya memberi dan menyumbang dalam keheningan, tanpa keakuan. Demikian pula dengan keindahan kodrati manusia yang begitu menggugah, begitu memikat, membangkitkan kekaguman dan ketulusan dalam hati, karena keindahan kodrati manusia sejalan dengan keindahan langit-bumi dan laksa makhluk. Kegagalan mewujudkan keindahan kodrati telah mengakibatkan terbentuknya konsep hidup, kehidupan dan gaya hidup yang keliru, yang kemudian melahirkan konsep beragama yang ekstrim, konsep seni dan estetika yang menyimpang. Kesalahan terbesar dalam kehidupan manusia adalah terjebak dalam kurungan dua tembok baja konsep dualisme dunia, dan seumur hidup tak mampu melepaskan diri darinya. Dua tembok baja dualisme ini telah mengakibatkan terbelenggunya kehidupan, pola pandang, serta daya estetika manusia. Manusia tak berdaya, tak dapat berkutik di dalamnya, selamanya terkungkung tanpa pernah bebas! Perjalanan hidup manusia ke depan pun hanya menjanjikan jeritan dan rintihan. Kapan manusia bisa terbebas dari tembok dualisme dan jurang perbedaan yang dalam ini? Buddha Maitreya telah menjadi teladan sempurna dalam mewujudkan keindahan kodrati manusia dalam dirinya. Beliau sungguh menyadari bahwa hanya dengan mewujudkan keindahan kodratinya, barulah seorang manusia bisa mendapatkan kebahagiaan, sukacita, dan hidup yang sempurna, tidak lagi menderita dan terbelenggu oleh perangkap dualisme. Karena terbebas dari segala belenggu konsep dualisme dunia, maka langit, bumi, dan laksa makhluk mampu menampilkan keindahan kodratinya. Tak ada dualisme bagi langit, bumi, dan laksa makhluk, karena itu langit, bumi, dan laksa makhluk bebas leluasa tidak terikat. Hina-mulia, mendapat-kehilangan, pujian-cemoohan, penghargaan-fitnahan, mujur-malang, untung-rugi, lancar-penuh rintangan, sukses-gagal, kaya-miskin, pintar-bodoh, cantik-jelek, tinggi-rendah, kalah-menang, berhasil-putus asa, keras-lembut, baik-buruk, dan lainnya, adalah perangkap dualisme dunia. Dualisme telah menjadi sumber penyebab duka sekaligus halangan yang terbesar dalam hidup manusia. Dari dulu hingga kini, noda hitam tanpa obat penawar, sekaligus kesalahan yang paling sukar ditebus dalam kehidupan manusia adalah bahwa manusia menjadikan kondisi dualis ini sebagai segala-galanya dalam hidup mereka! Buddha Maitreya mengajarkan bahwa semua dualisme dunia hanyalah suatu proses dalam menjalani kehidupan, sama sekali bukan tujuan dari kehidupan itu sendiri. Sesungguhnya dualisme bukanlah hal yang utama, melainkan hanyalah kondisi pendukung dalam proses memwujudkan cahaya kehidupan. Dualisme dunia hanyalah pernak-pernik kehidupan, bukan intisari dari hidup itu sendiri. Jika kita terjerumus dalam perbedaan hina-mulia, mendapatkan-kehilangan, untung-rugi, keberuntungan-kemalangan, miskin-kaya, dan dualisme lainnya, maka kita akan hidup dalam penderitaan, menghadapi nasib hidup yang tragis, hidup kita akan penuh dengan pertikaian serta perebutan kepentingan. Harkat dan martabat yang paling mulia dalam diri seorang manusia terletak pada kecemerlangan Nurani. Yaitu saat manusia mampu mewujudkan panggilan nurani, memancarkan keindahan kodrati dirinya untuk menguntungkan dan mendatangkan kebahagian bagi seluruh dunia, bagi seluruh umat manusia, untuk tanah air tercinta, dan bagi lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, nilai hidup menjadi hina dan nista apabila hati nurani tidak berpancar cemerlang. Segala prilaku kita dapat membahayakan keselamatan dunia, merusak stabilitas negara, mendatangkan malapetaka dan kerusakan pada lingkungan sekitar, dan melukai sesama umat manusia. Terlebih, apabila kita tidak memancarkan kecemerlangan Nurani, tak mampu menampilkan keindahan kodrati sebagai seorang manusia, namun senantiasa dimuliakan dan mendapatkan pujian, ini adalah suatu kekotoran terbesar dalam kehidupan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar